masukkan script iklan disini
Oleh : Muhammad Mas’ud Silalahi., S.SOS
(Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam Pascasarjana UIN SU)
Bismillahirrohmanirrohim
Allah S.W.T berfirman: “Kami pasti akan mengujimu dengan sedikit ketakutan dan kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Sampaikanlah (wahai Nabi Muhammad,) kabar gembira kepada orang-orang sabar”. (QS. Al-Baqarah: 155).
“Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksaan-Nya”. (QS Al-Maidah: 02).
Seyogianya manusia telah di takdir hidup bersosial, berjamaah dan memiliki hubungan bathin yang kuat untuk saling tolong menolong dalam hal kebaikan.
Namun ada beberapa kasus yang kita temui di tengah kehidupan bahwa telah matinya naluri, solidaritas dan empati manusia untuk saling tolong menolong dalam hal kebaikan.
Seperti kasus yang di alami oleh masyarakat saat banjir dan pasca banjir melanda Sumatera beberapa pekan lalu. Sebagai sarjana Sosial yang sedang menempuh pendidikan Magister Sosial di Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan (UIN SU - Medan) yang juga sekaligus Aktifis Sosial yang telah ikut serta meneliti, menganalisa dan meneliti banyak peristiwa sosial yang terjadi di tanah air. Tentu saya sangat sedih, miris sekaligus berkabung duka atas kondisi yang saat ini sedang di derita oleh masyarakat kita kebanyakan.
Betapa tidak, sebagai seorang Muslim saya telah di ajarkan sejak kecil oleh orangtua dan guru-guru Agama, para Tokoh Islam dan Pejuang Islam bahwa kaum muslimin itu satu jiwa, satu kesatuan yang utuh sebagai mana anggota tubuh yang sempurna. Apabila satu bagian tubuh merasa sakit dan terluka maka sekujur tubuh ikut serta merasakan sakitnya.
Sebagaimana pesan dari Nabi Muhammad SAW yang disampaikan oleh Imam Bukhari dan Muslim: "Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling mencintai, saling menyayangi, dan saling berempati di antara mereka adalah seperti satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuh itu mengeluh sakit, maka seluruh tubuh akan turut meresponsnya dengan tidak bisa tidur dan mengalami demam".
Hal ini semestinya kita pegang teguh dan mengimplementasikan ajarannya ditengah-tengah kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan beragama.
Namun faktanya, banyak dari umat ini yang tidak mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, padahal untuk kematiannya sendiripun dia tidak mampu memasukkan jenazahnya sendiri ke beranda dan liang kuburnya yang telah dia persiapkan itu. Yang artinya, dia sendiri suatu saat membutuhkan juga pertolongan, uluran tangan dan bantuan dari orang lain sebagai insan manusia yang lemah, penuh kekurangan dan sangat butuh pertolongan dari orang lain.
Akan tetapi, kesombongan, keangkuhan dan rasa empati yang telah mati menyeretnya pada arus yang membahayakan. Bukan hanya untuk orang lain tapi sejatinya juga untuk dirinya sendiri.
Dalam Islam, saya telah di didik untuk memberi makan tetangga yang lapar, bahkan di ancam akan ikut berdosa dan hilang keimanannya kepada Allah, Rasul dan Hari Akhir jika membiarkan ada salah satu diantaranya yang tidur dalam kondisi kelaparan.
Sebagaimana hadis Nabi Muhammad S.A.W yang menyatakan: "Tidak beriman kepadaku orang yang tidur dalam kondisi kenyang, sementara tetangganya kelaparan di sisinya, dan ia tahu." (HR ath-Thabarani dalam Mu’jam Al-Kabir, al-Bazzar dalam Al-Musnad, Al-Husain bin Harb dalam Al-Birr wa ash-Shilah).
Artinya apa (?) memang Islam telah mengajarkan umatnya untuk hidup saling tolong menolong dalam kebaikan, solidaritas persaudaraan dan menghidupkan nurani kemanusiaan yang peka, peduli dan saling membantu saudara bahkan tetangga dekat maupun tetangga jauhnya.
Doktrin-doktrin kemanusiaan ini memang harus kita kumandangkan, kita terus suarakan dan bicarakan agar terbentuknya tatanan masyarakat Madani yang di rindukan, Civic Education dan Religiusitas Ummat mesti di hidupkan nyala semangat perjuangannya setiap saat. Tidak boleh meredup apalagi sampai mati.
Ini bukan hanya sebuah kritikan untuk diri saya sendiri namun juga sebagai motivasi untuk saya dan mungkin untuk kita semua untuk menarik kepedulian, kepekaan dan membangun solidaritas persaudaraan yang kuat di kemudian hari.
Salah satu hal yang paling mengganggu tidur nyenyak saya di saat tragedi “Bencana Sumatera” ketika ada beberapa pihak yang mengambil keuntungan, manfaat dan menjadikannya sebagai “Proyek”. Ada orang-orang yang tega menjual “Jerit Tangis Rakyat” dan “Penderitaan Rakyat” sebagai dagangan “Politik” dan “Bisnis” yang menggiurkan serta menghasilkan keuntungan yang sangat besar hasilnya.
Saya mendapatkan banyak informasi, laporan dan temuan-temuan di lapangan dari “Kabar Burung” yang membawa pesan tidak baik, tidak bermoral dan menurut saya itu sangat tidak manusiawi.
Salah satunya ada seorang Kepala Lingkungan (Kepling) di Kelurahan Griya Martubung, Medan Labuhan, Kota Medan, Sumatera Utayang berinisial (HN) telah viral beredar vidio bantuan sembako yang ditimbun dan di duga di jual kembali ke Warung Kelontong - Warung Sembako (Sumber Informasi: Tribun Medan). Ini tentu prilaku yang sangat biadab, bengis dan tidak bermoral. Ada lagi kasus-kasus lain yang nantinya akan sama-sama kita bongkar dan saksikan bagaimana keadaannya dilapangan. Ini masih kasus yang sangat kecil dari banyaknya kasus lain yang besar dan belum di ungkap ke hadapan publik.
Bahkan di tengah derita, keterpurukan, jerit tangis umat manusia yang terkena musibah ada sebagian orang yang berdansa, menari dan tertawa riang gembira menikmati hasil pundi-pundi yang nilainya cukup banyak, besar dan spektakuler.
Sungguh perilaku itu sangat keji, biadab dan sama sekali tidak memiliki perikemanusiaan yang berlandaskan Pancasila, UUD 45 dan sangat bertentangan dengan Al-Qur’an serta Sunnah yang di ajarkan oleh Nabi Muhammad S.A.W
Satu persatu, nanti kita akan terbongkar perilaku tidak bermoral itu di hadapan publik. (Bersambung…)
(Red)





