masukkan script iklan disini
Oleh: Hikmatiar Harahap
Bencana yang menerjang Sumatera meninggalkan bekas yang tidak berkesudahan yang bakal tidak alpa dalam ingatan sepanjang hidup. Duka, luka dan tangisan yang dibalut rasa takut, sedih bercampur merana ditemui di sudut-sudut antara puing-puing yang dulu bekas tempat berteduh, berlindung dari panas dinginnya keadaan, yang kini hanya tinggal kenangan atau tanda mata, sedangkan satu sisi memaksakan kaki untuk melangkah kecil mencari kehidupan, membangun harapan untuk hari esok yang baik, sisa semangat yang masih tersimpan dalam jiwa raga dipaksa untuk pemacu agar dapat berdiri tegak untuk bangkit dan siap membangun hidup. Patut disyukuri bahwa masyarakat yang menjadi korban bencana sudah dievakuasi ke tempat yang lebih aman oleh Basarnar, Aparat serta para Relawan, sementara itu pihak Pemerintah sedang memetakan serta menyiapkan hunian sementara, langkah cepat dan tepat sasaran dari Pemerintah harus tertuju terhadap para korban bencana agar proses penanganan dan pemenuhan kebutuhan lebih kilat dan teratasi. Daerah-daerah yang masih sulit dijangkau akibat akses dan medan yang sulit untuk ditembus dan terabas, maka tantangan yang dihadapi juga pasti lebih berat, oleh karena itu, penanganannya tidak tidak boleh sedetikpun ditunda-tunda, karena kehidupan dan hidup masyarakat adalah masa depan yang harus dijaga serta memastikan kehadiran Pemerintah.
Kehadiran Pemerintah lebih awal, tentu sebagai syarat utama dalam membangkitkan semangat dalam menata serta menatap kehidupan, dikala keluarga dan harta benda yang belum pasti keberadaannya, namun datang angin segar dari Pemerintah pasti membangun suasana yang lebih manis yang disambut dengan bersuka cita. Maka, satu-satunya yang diharapakan masyarakat korban bencana adalah keberpihakan secara utuh oleh Pemerintah terkait kebijakan-kebijakan yang mencerminkan kebutuhan dasar (primer), berupa ketersediaan pangan, kepastian tempat tinggal (rumah), kelayakan sandang, terpenuhinya obat-obatan serta akses pendidikan dan sebagainya. Serta transpransi dan akuntabilitas yang tak boleh diabaikan begitu saja, sehingga keterbukaan informasi secara utuh dapat diakses masyarakat (korban) untuk terciptanya kerelevanan yang didapati, serta mengedepankan tanggungjawab terkait tindakan dalam penggunaan setiap angaran yang diperuntukkan untuk para masyarakat yang menjadi korban bencana. Maka, langkah awal sesungguhnya telah didapati bahwa pihak Pemerintah merupakan yang bertanggung jawab penuh dalam menciptakan dan memulai kehidupan. Sehingga, sejak dari awal setelah dievakuasi sampai waktu yang tidak ditentukan, mesti Pemerintah tetap hadir mendampingi, menyanggupi segala kebutuhan-kebutuhan. Dikala Pemerintah abai, lalai atau alpa akan kewajibannya, sama halnya rakyat (korban) yang akan dirugikan secara berlipat-lipat ganda, tentu hal ini adalah kezaliman yang nyata.
Oleh karena itu, gambaran yang dihadapi korban bencana dikala Pemerintah bermain tutup mata, tak peduli bahkan tak serius menanganinya persis seperti ungkapan pribahasa “sudah jatuh tertimpa tangga”. Akibatnya korban akan mengalami berbagai macam ujian dan kerugian sekaligus, saat kerugian finansial dan non-finansial menemui akibat bencana, dampak kedepannya malah lebih terasa, berat akibatnya muncullah berbagai macam sifat yang membangun keraguan-raguan, hendak kemana untuk melangkah dan berbuat tentang apa. Korban bencana adalah duka bersama yang harus sama-sama membangkitkan semangat melalui kepedulian bersama. Keikutsertaan dalam membantu kewajiban Pemerintah, merupakan proses yang menumbuhkan serta menyambungkan hati ke hati untuk tetap bersatu padu dalam menjemput serta menumbuhkan senyuman. Unsur masyarakat bahu-membahu ikut terjun ke tempat lokasi, menggalang donasi serupiah demi serupiah yang dikumpulkan dari masyarakat bukti nyata bahwa kehidupan harus tetap hidup. Bahkan sejumlah kampus dan mahasiswa telah melakukan penggalan dana untuk membantu korban bencana, dan mengantarkannya sampai ke tempat lokasi.
*Jalan Tengah Pemerintah Pemerintah* harus tulus dalam memastikan ketersediaan seluruh kebutuhan korban, bukan semata-mata karena tersorot kamera untuk diabadikan. Kebutuhan dari yang sederhana sampai terbangunnya harapan hidup yang lebih layak. Ketersediaan bahan pangan menjadi titik penentu, dengan adanya bantuan-bantuan dari Pemerintah dan luar Pemerintah harus dikoordinir agar pembagiannya sama rata. Jangan sampai ada pihak-pihak yang mengambil keuntungan dan kesempatan di kala kesulitan sedang melanda. Jadi, masyarakat yang jadi korban harus dipastikan mendapatkan haknya. Dan, yang penting juga terkait kebutuhan akan tempat tinggal yang layak, Pemerintah harus berani dan berbesar hati mengarahkan program prioritas 3 juta rumah diarahkan kepada korban yang terdampak bencana. Maka, dalam hal ini, tentu menjadi prioritas yang harus segera diwujudkan, agar tidak muncul pertanyaan “sampai kapan korban bencana tetap berlindung di bawah tenda-tenda darurat”, kasihan anak-anak balita, orang tua lanjut usia dan sebagainya yang sangat membutuhkan tempat yang aman dan nyaman. Begitu juga stok dan ketersediaan obat-obatan merupakan hal yang paling fundamental yang harus dipastikan ada setiap saat. Serta berbagai macam kebutuhan-kebutuhan lainnya, ketersediaan air bersih, pendidikan serta buku-bukunya bagi anak-anak sekolah, infrastruktur berupa jalan dan jembatan, listrik dan jaringan telekomunikasi dan hal lainnya.
Oleh karena itu, persoalan untuk memastikan agar korban bencana dapat menatap hidup lebih baik kedepannnya, merupakan satu hal yang sangat mudah untuk diwujudkan oleh Pemerintah. Win-win solutionnya, seperti setiap Gubernur dan Wakil Gubernur beserta OPD disetiap provinsi, Bupati dan Wakil Bupati beserta OPD, Walikota dan Wakil Walikota beserta OPD, Camat, Kepala Desa/Lurah di seluruh Indonesia ikut ambil bagian untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi saat ini, tentu akan mudah diselesaikan dengan semangat kebersamaan seperti ungkapan “bersatu kita teguh” maka persoalan dapat teratasi. Belum lagi kekuatan dari pihak Legislatif dari Pusat sampai Daerah, maka persoalan ini dapat diselesaikan dengan baik-baik, bilamana semangat dari sila ke-tiga Pancasila masih diamalkan dalam konteks membantu masyarakat korban bencana.
Jadi, warna kebersamaan di dalam Merah-Putih tetap berkibar dari ujung Sumatera sampai ke Pedalaman Papua, sekaligus menegaskan bahwa bangsa ini adalah bangsa yang dihuni masyarakat dengan semangat gotong royong, kebersamaan untuk sama-sama bahagia. Dan akhirnya, Bencana Sumatera adalah Duka Bersama, namun dibaliknya harus diwujudkan senyum dan bahagia yang harus diletakkan ke setiap hati para korban, dengan satu ungkapan yang penuh emosional bahwa masyarakat dan pemerintah berdiri tegak untuk para korban. Sekian





