• Jelajahi

    Copyright © RADAR HUKUM
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Advertisement

    Hari Guru

    "Daging Ini Halal Bagi Kami, Tapi Haram Bagi Tuan"

    REDAKSI
    Selasa, 16 Desember 2025, Desember 16, 2025 WIB Last Updated 2025-12-16T17:40:41Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini
    Penulis: Muhammad Mas'ud Silalahi
    (Aktifis Sosial dan Politik Sumut)

    Ada crita rakyat terkenal yang merujuk pada kisah seorang ulama besar abad ke-8 yakni Abu Abdurrahman Abdullah bin al-Mubarak bin Wadhih al-Handzali al-Marwazi (atau Al-Hanzhali) yang lebih dikenal dengan sebutan Ibnu al-Mubarak.

    Sayyid Ibnu al-Mubarak terkenal sebagai ahli hadis, zahid, dan mujahid yang saleh. Beliau sangat kaya raya, sering melakukan perjalanan untuk menuntut ilmu, berdagang, dan berjihad, sehingga dijuluki "As-Saffar". 

    Crita ini tentang seorang fakir miskin yang terpaksa memakan daging keledai bangkai yang halal baginya karena darurat (dalam kondisi lapar ekstrem), sementara bagi Ibnu al-Mubarak (yang tidak dalam kondisi darurat), daging itu haram karena berasal dari bangkai. 

    Dari cuplikan crita itu kita bisa mendapatkan kesimpulan tentang hukum darurat (dharurat) dalam Islam, di mana yang haram bisa menjadi halal untuk mencegah mudharat yang lebih besar, namun hanya berlaku bagi orang yang benar-benar dalam kondisi terpaksa.

    Akan tetapi hal demikian tentu tidak dibolehkan atau di benarkan dalam Islam jika tidak dalam kondisi darurat, apalagi yang melakukannya orang yang sangat bergelimangan harta.

    Jika di korelasikan dengan kondisi para "Pejabat Negara" dan "Masyarakat Terdampak Bencana" hari ini yang semestinya menghalalkan yang diharamkan itu adalah para "Korban Bencana" karena mereka sedang berada dalam kondisi darurat, terpuruk dan tidak berdaya.

    Begitu pula dengan orang-orang yang miskin di perkotaan maupun di perdesaan yang mreka dalam kondisi "Kelaparan Akut". Dimana untuk membeli beras satu kilo saja harus berhutang di warung tetangganya.

    Namun faktanya, banyak berita-berita yang kita saksikan bersama di televisi, media cetak, media online bahkan sampai di sosial media tentang bagaimana para "Pemangku Kekuasaan" --- "Pejabat Negara" dari tingkat "Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif" melakukan tindakan kriminal dengan "Menjarah" --- "Merampok" --- "Korupsi" yang itu tentu sangat di haramkan bagi "Agama" dan "Konstitusi Negara".

    Tidak cukup disitu saja, bahkan Tentara, Polisi dan Jaksa ada juga yang melakukan tindakan kriminal dan menghalalkan yang telah di haramkan oleh Agama dan Negara.

    Ini tentu menjadi tugas kita bersama untuk bagaimana bisa menjadi "Kontrol Sosial" bagi keberlangsungan perjalanan kehidupan ber-Agama dan ber-Negara.

    Para tokoh Pemuka Agama, para Akademisi dari Kampus, para Aktifis dan Jurnalis mesti harus terus bersuara sebagai "Poros Tengah" yang bersifat "Independent" --- "Berpihak Hanya Pada Kebenaran". Kita tidak boleh diam, tidak boleh pasrah dan tidak boleh menyerah hanya karena rasa ketakutan yang menghantui.

    Apakah itu ketakutan atas intimidasi, kekurangan harta dan bahkan hilangnya nyawa karena mengungkap kebenaran di balik segala peristiwa yang sedang tidak baik-baik saja.
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini