masukkan script iklan disini
radarhukum.site, Madina - Banjir dan longsor yang menerjang Kabupaten Mandailing Natal selama empat hari berturut-turut menimbulkan dampak besar bagi masyarakat. Beberapa permukiman masih terendam, akses antar desa terputus, dan ribuan warga kekurangan logistik. Dalam skala provinsi, bencana di Sumatera Utara telah menyebabkan 442 orang tewas dan 402 lainnya masih hilang, menurut laporan Kompas per 1 Desember 2025.
Di Mandailing Natal, hujan yang berkepanjangan selama beberapa hari menyebabkan meluapnya beberapa titik sungai besar, yang mengakibatkan 9 dari 23 kecamatan terdampak. Hal ini mengakibatkan banyak warga yang harus mengungsi ke desa tetangga demi menyelamatkan nyawa, tanpa memikirkan lagi harta dan benda.
Data awal dari BNPB (28/11) menunjukkan bahwa banjir menyebabkan 776 Kepala keluarga terdampak, banjir yang merusak 776 rumah, fasilitas pendidikan, dan sekitar 86 hektar lahan pertanian ikut terendam. Aktivitas warga lumpuh total: anak-anak tidak bisa bersekolah, petani kehilangan lahan siap panen, dan banyak pedagang kecil terpaksa menghentikan usaha.
Melihat kondisi ini, Ima Madina Padang menyampaikan kritik keras terhadap pemerintah daerah. Mereka menilai bencana yang berulang setiap tahun bukan lagi sekadar fenomena alam, melainkan akibat dari rusaknya lingkungan yang tidak ditangani secara serius.
“Banjir dan longsor ini adalah akibat dari buruknya pengelolaan lingkungan. Tambang ilegal, pembukaan lahan tanpa kontrol, dan lemahnya pengawasan membuat situasi semakin parah,” ujar perwakilan Ima Madina Padang, Kamis (27/11).
Ketua Umum Ima Madina Padang, Abdollah Roihan Nasution turut menegaskan bahwa pemerintah harus segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola sumber daya alam di Madina.
“Kami berharap adanya evaluasi dari pemerintah mengenai pengelolaan kekayaan alam di Mandailing. Banyak tambang ilegal dan penebangan liar yang memperparah bencana ini,” ujarnya.
Menurut mereka, kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) di Madina telah berada pada tahap kritis. Hutan lindung terus berkurang akibat aktivitas ilegal, sementara program normalisasi sungai berjalan tidak konsisten. Ketika hujan deras turun, daerah yang kehilangan daya tampung alamiah langsung terendam banjir.
Ima Madina Padang menilai respons pemerintah masih bersifat tambal sulam.
“Bantuan darurat yang dilakukan memang penting, tetapi tanpa penanganan struktural dan penindakan tegas terhadap tambang ilegal, bencana seperti ini akan terus terulang,” lanjut mereka.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal belum memberikan keterangan resmi terkait kritik tersebut. Sebelumnya, Pemda menyatakan bahwa curah hujan ekstrem menjadi pemicu utama dan menegaskan telah mengerahkan tim cepat tanggap ke wilayah-wilayah terdampak.
Masyarakat terdampak sekarang hanya memiliki pakaian, beras dan sekardus mie instan yang hanya bersifat jangka pendek.
Ima Madina berharap pemerintah harus memberikan kebijakan mengenai keberlangsungan hidup masyarakat terdampak dalam jangka panjang.
Ima Madina Padang menutup pernyataannya dengan menyerukan langkah serius dari pemerintah daerah dan pusat.
“Warga Madina hanya ingin hidup aman tanpa takut kehilangan masa depan setiap kali hujan turun. Pemerintah harus menunjukkan keberpihakan nyata kepada keselamatan masyarakat,” tegas mereka.
(red)





