• Jelajahi

    Copyright © RADAR HUKUM
    Best Viral Premium Blogger Templates

    1O Nov

    Hentikan Kejahatan Agraria: Masyarakat Desak Pemerintah Bongkar Modus Perampokan Tanah Rakyat Lewat KSO dan HGU Cacat

    Radar Nusantara
    Kamis, 20 November 2025, November 20, 2025 WIB Last Updated 2025-11-21T06:35:55Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini


    Hentikan Kejahatan Agraria: Masyarakat Desak Pemerintah Bongkar Modus Perampokan Tanah Rakyat Lewat KSO dan HGU Cacat




    JAKARTA || RADAR HUKUM— Gelombang protes masyarakat kembali menguat terkait dugaan praktik kejahatan agraria yang merugikan ribuan warga di sejumlah wilayah Sumut, terutama di Kabupaten Deli Serdang dan Langkat. Praktik ini diduga dijalankan melalui modus Kerja Sama Operasional (KSO) serta penggunaan sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) cacat, bermasalah, bahkan diduga aspal (asli tapi palsu).






    Pemerhati agraria dan tokoh masyarakat, Edi Soesantoe, A.Md., menegaskan bahwa berbagai modus tersebut telah menimbulkan penderitaan berkepanjangan bagi masyarakat yang hak kepemilikannya dirampas.





    “Hentikan kekejian, hentikan kekejaman, dan hentikan perampokan tanah rakyat yang dilakukan dengan modus HGU cacat dan KSO ilegal. Negara harus hadir dan melindungi warga,”* tegas Edi, di jumpai awak media di Jakarta (21 Nov 2025)



    Desakan Kepada Presiden dan ATR/BPN: Segera Tetapkan Batas Tanah Negara dan Tanah Rakyat






    Edi meminta Presiden Prabowo Subianto, melalui Menteri ATR/BPN, beserta jajaran di tingkat provinsi dan kabupaten/kota — termasuk Kakanwil BPN Sumut, Kakantah Deli Serdang**, dan Kakantah Langkat — untuk segera melakukan:

    1. Penetapan batas tanah negara dan tanah rakyat secara transparan.


    2. Audit seluruh HGU yang bermasalah, terutama yang berpotensi digunakan untuk mencaplok tanah garapan warga.

    3. Pembersihan internal ATR/BPN dari oknum yang diduga terlibat mafia tanah.

    Menurutnya, penetapan batas wilayah merupakan kunci untuk menghentikan konflik yang telah berlangsung puluhan tahun.



    Modus Baru: Perampasan Lahan Dilanjutkan Pemerasan terhadap Masyarakat



    Dalam laporannya, Edi membeberkan pola yang sering dialami warga. Mereka yang berusaha meminta kejelasan batas tanah justru dipaksa membayar berbagai pungutan, antara lain:

    * Biaya pelepasan aset
    * Dana nominatif
    * Hak keperdataan
    * Biaya administrasi tidak resmi

    Padahal warga hanya ingin mengetahui batas tanah negara dan tanah milik mereka sendiri sesuai ketentuan UU Pokok Agraria dan UU Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).




     “Setelah tanah rakyat dirampok menggunakan HGU aspal, masyarakat malah diperas saat meminta kejelasan. Ini kejahatan berlapis, dan negara wajib menghentikannya,” ujar Edi.


    Audit HGU: Tuntutan Masyarakat Makin Kuat


    Banyak HGU di Sumut diduga:

    * Kadaluarsa
    * Tidak diperpanjang
    * Tidak sesuai peruntukan
    * Tumpang tindih dengan tanah pemukiman atau tanah garapan
    * Dialihkan secara ilegal melalui KSO komersia

    Beberapa perusahaan bahkan diduga memanfaatkan sertifikat HGU bermasalah untuk menggusur warga, mengklaim lahan produktif, hingga menggiring kasus ke ranah hukum untuk menekan masyarakat kecil.

    ---

    Dugaan Keterlibatan Oknum dan Mafia Tanah

    Masyarakat juga menyoroti adanya dugaan keterlibatan:

    * Oknum aparat
    * Oknum di lembaga pertanahan
    * Oknum perangkat desa
    * Pihak swasta yang bekerja sama memuluskan transaksi HGU bermasalah

    Edi meminta aparat penegak hukum, mulai dari Polda Sumut, Kejati Sumut, hingga Satgas Mafia Tanah, untuk turun langsung mengusut mafia yang beroperasi secara sistematis.



    Harapan Masyarakat: Pemerintahan Baru Harus Berpihak pada Rakyat



    Dengan pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo Subianto, masyarakat berharap:

    1. Kepastian hukum agraria ditegakkan.

    2. Mafia tanah dibongkar hingga ke akar-akarnya.


    3. Penindakan tegas terhadap perusahaan yang menggunakan HGU cacat.

    4. Pemetaan digital dan penetapan batas (deliniasi) dilakukan secara transparan dan terbuka untuk publik.

    5. Pemulihan hak-hak tanah rakyat dilakukan tanpa pungutan liar.

    “Rakyat sudah terlalu lama menjadi korban. Pemerintah harus hadir untuk menyelesaikan konflik agraria ini secara tuntas,”tutup Edi.

    (RED/TIM)


    Komentar

    Tampilkan

    Terkini